Suku jawa
Suku
Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang
Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan
etnis Jawa. [1] Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak
bermukim di Lampung, Banten, Jakarta,
dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.
Bahasa
Suku
bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah
survei yang diadakan majalah Tempo pada
awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia
secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa
Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan
antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh.
Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan
membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Profesi
Mayoritas
orang Jawa berprofesi sebagai petani, namun di perkotaan mereka mendominasi
pegawai negeri sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat
legislatif, pejabat kementerian dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling
banyak di dunia artis dan model. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar
negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Orang Jawa mendominasi
tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura,
Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan
Eropa.
Stratifikasi sosial
Masyarakat
Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakarantropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa
menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang
taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen,
sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz
banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan
kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan
orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.
Seni
Orang
Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama
Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang.
Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam danDunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan
dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Balimemegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan
tradisi Jawa.
Kepercayaan
Orang
Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam.
Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan dan Katolik. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut
agama Buddha dan Hindu juga
ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa
yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama
berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha
yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan
ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala
menjadi kabur.
Upacara-upacara adat suku jawa
Kematian Mendhak
Tradisi
Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya Jawa.
Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk
memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan
untuk upacara tradisional Mendhak adalah sebagai berikut: tumpeng, sega uduk,
side dishes, kolak, ketan, dan apem. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah
upacara Mendhak dilaksanakan, sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara
mereka.
Upacara
tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian:
pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian
(365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua tahun
kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina,
yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian.
Menurut
kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari saudara yang
diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk selamanya.
Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi tersebut, arwah harus
melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali diadakannya
beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah.
Kematian surtanah
Tradisi
kematian dalam adat Jawa salah sataunya adalah Upacara Surtanah yang bertujuan
agar arwah atau roh orang mati mendapat tempat yang layak di sisi Sang Maujud
Agung.
Perlengkapan
upacara: – Golongan bangsawan: tumpeng asahan lengkap dengan lauk, sayur adem
(tidak pedas), pecel dengan sayatan daging ayam goreng/panggang, sambal docang
dengan kedelai yang dikupas, jangan menir, krupuk, rempeyek, tumpeng
ukur-ukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang raja. – Golongan rakyat biasa:
tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi asahan,
tumpeng pungkur, tumpeng langgeng, pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako
enak dan uang bedah bumi. Upacara ini diadakan setelah mengubur jenazah yang
dihadiri oleh keluarga, tetangga dekat, dan pemuka agama.
Upacara nyewu dina
Inti
dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan upacara: –
Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan, ketan kolak,
apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing,
dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung merpati. – Golongan rakyat
biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong
dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan. Upacara tersebut diadakan
setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi.
Upacara Brobosan
Salah
satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara
Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari
sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia.
Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum
dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua.
Tradisi
Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut: 1) peti mati dibawa
keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa
kematian selesai, 2) anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan
cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas
mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam, 3) urutan selalu diawali
dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama; anak
yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
UPACARA ADAT KELAHIRAN SUKU JAWA
Upacara
tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang masih hidup
kepada orang tua dan leluhur mereka.
Salah
satu tradisi kelahiran dalam budaya Jawa adalah Selapanan. Upacara Selapanan
bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan upacara yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut:
- Golongan bangsawan: Nasi tumpeng gudangan,
nasi tumpeng kecil yang ujungnya ditancapi tusukan bawang merah dan cabe merah,
bubur lima macam, jajan pasar, nasi golong, nasi gurih, sekul asrep-asrepan,
pecel ayam, pisang, kemenyan, dan kembang setaman diberi air.
- Golongan rakyat biasa: Tumpeng nasi gurih
dengan lauk, nasi tumpeng among-among, nasi golong, jenang abang putih, ingkung
dan panggang ayam.
Upacara
terakhir dalam rangkaian selamatan kelahiran yang dilakukan pada hari ke 36
sesuai dengan weton atau hari pasaran kelahiran si bayi. Selapanan diadakan
setelah maghrib dan dihadiri oleh si bayi, ayah, dukun, ulama, famili dan
keluarga terdekat.
UPACARA PERNIKAHAN SUKU JAWA
Pesta
pernikah adat Jawa mempunya beraneka ragam tradisi. Pemaes, dukun pengantin
perempuan di mana menjadi pemimpin dari acara pernikahan, itu sangat penting.
Dia mengurus dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan pengantin perempuan
yang bentuknya berbeda selama pesta pernikahan. Biasanya dia juga menyewakan
pakaian pengantin, perhiasan dan perlengkapan lain untuk pesta pernikahan.
Banyak
yang harus dipersiapkan untuk setiap upacara pesta pernikahan. Panitia kecil
terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai. Besarnya panitia itu
tergantung dari latar belakang dan berapa banyaknya tamu yang di undang (300,
500, 1000 atau lebih). Sesungguhnya upacara pernikahan itu merupakan
pertunjukan besar.
Panitia
mengurus seluruh persiapan perkawinan: protokol, makanan dan minuman, musik
gamelan dan tarian, dekorasi dari ruangan resepsi, pembawa acara, wali untuk
Ijab, pidato pembuka, transportasi, komunikasi dan keamanan. Persiapan yang
paling penting adalah Ijab (catatan agama dan catatan sipil), dimana tercatat
sebagai pasangan suami istri.
Biasanya
sehari sebelum pesta pernikahan, pintu gerbang dari rumah orangtua wanita
dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan), terdiri dari berbeda Tuwuhan (tanaman
dan daun).
*
Dua pohon pisang dengan setandan pisang masak berarti: Suami akan menjadi
pemimpin yang baik di keluarga. Pohon pisang sangat mudah tumbuh dimana saja.
Pasangan pengantin akan hidup baik dan bahagia dimana saja.
* Sepasang Tebu Wulung berarti: Seluruh
keluarga datang bersama untuk bantuan nikah.
* Cengkir Gading berarti: Pasangan pengantin
cinta satu sama lain dan akan merawat keluarga mereka.
* Bentuk daun seperti beringin, mojo-koro,
alang-alang, dadap srep berarti: Pasangan pengantin akan hidup aman dan
melindungi keluarga.
bekletepe
di atas pintu gerbang berarti menjauhkan dari gangguan roh jahat dan menunjukan
di rumah mana pesta itu diadakan.
Kembar
Mayang adalah karangan dari bermacam daun (sebagian besar daun kelapa di dalam
batang pohon pisang). Itu dekorasi sanggat indah dan menpunya arti yang luas.
*
Itu menpunyai bentuk seperti gunung: Gunung itu tinggi dan besar, berarti
laki-laki harus punya banyak pengetahuan, pengalaman dan kesabaran.
* Keris: Melukiskan bahwa pasangan pengantin
berhati-hati dalam kehidupan, pintar dan bijaksana.
* Cemeti: Pasangan pengantin akan selalu hidup
optimis dengan hasrat untuk kehidupan yang baik.
* Payung: Pasangan pengantin harus melindungi
keluarganya.
* Belalang: Pasangan pengantin akan giat,
cepat berpikir dalam mengambil keputusan untuk keluarganya.
* Burung: Pasangan pengantin mempunyai motivasi hidup yang tinggi.
* Burung: Pasangan pengantin mempunyai motivasi hidup yang tinggi.
* Daun Beringin: Pasangan pengantin akan
selalu melindungi keluarganya dan masyarakat sekitarnya.
* Daun Kruton: Daun yang melindungi mereka
dari gangguan setan.
* Daun Dadap srep: Daun yang dapat digunakan
mengompres untuk menurunkan demam, berarti pasangan pengantin akan selalu
mempunyai pikiran yang jernih dan tenang dalam mengadapi masalah.
* Daun Dlingo Benglé: Jamu untuk infeksi dan
penyakit lainnya, itu digunakan untuk melindungi gangguan setan.
* Bunga Patra Manggala: Itu digunakan untuk
memperindah karangan.
Sebelum
memasang Tarub dan Bekletepe harus membuat sepesial Sajen.
Tradisionil
Sajen (persembahan) dalam pesta adat Jawa itu sangat penting. Itu adalah simbol
yang sangat berarti, di mana Tuhan Pencipta melidungi kami. Sajen berarti untuk
mendoakan leluhur dan untuk melindungi dari gangguan roh jahat. Sajen diletakan
di semua tempat di mana pesta itu diadakan, diantaranya di kamar mandi, di
dapur, di bawah pintu gerbang, di bawah dekorasi Tarub, di jalan dekat rumah,
dan lain-lain.
Siraman
sajen terdiri dari:
*
Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan.
* Tumpeng Gundul, nasi kuning tanpa hiasan.
* Makanan: ayam, daging, tahu, telur.
* Tujuh macam bubur.
* Pisang raja dan buah lainnya.
* Kelapa muda.
* Kue manis, lemper, cendol.
* Teh dan kopi pahit.
* Rokok dan kretek.
* Lantera
* Bunga Telon (kenanga, melati, magnolia) dengan air Suci.
Siraman:
Makna dari pesta Siraman adalah untuk membersihkan jiwa dan raga. Pesta Siraman
ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum Ijab dan Panggih. Siraman
di adakan di rumah orangtua pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan
di kamar mandi atau di taman. Sekarang lebih banyak diadakan di taman. Daftar
nama dari orang yang melakukan Siraman itu sangat penting. Tidak hanya
orangtua, tetapi juga keluarga dekat dan orang yang dituakan. Mereka menyeleksi
orang yang bermoral baik. Jumlah orang yang melakukan Siraman itu biasanya
tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu PITU, mereka memberi nama PITULUNGAN
(berarti menolong).
Apa
saja yang harus dipersiapkan:
*
Baskom untuk air, biasanya terbuat dari tembaga atau perunggu. Air dari sumur
atau mata air.
* Bunga Setaman – mawar, melati, magnolia dan
kenanga – di campur dengan air.
* Aroma – lima warna – berfungsi seperti
sabun.
* Tradisionil shampoo dan conditioner (abu dari
merang, santan, air asam Jawa).
* gayung dari 2 kelapa, letakkan bersama.
* Kursi kecil, ditutup dengan:
* Tikar – kain putih – beberapa macam daun –
dlingo benglé (tanaman untuk obat-obatan) – bango tulak (kain dengan 4 macam
motif) – lurik (motif garis dengan potongan Yuyu Sekandang dan Pula Watu).
* Memakai kain putih selama Siraman.
* Memakai kain putih selama Siraman.
* Kain batik dari Grompol dan potongan
Nagasari.
* Handuk.
* Kendi.
* Handuk.
* Kendi.
Keluarga
dari pengantin wanita mengirim utusan untuk membawa air-bunga ke keluarga dari
pengantin laki-laki. Itu Banyu Suci Perwitosari, berarti air suci dan simbol
dari intisari kehidupan. Air ini diletakan di rumah pengantin laki-laki.
Pelaksanaan
dari SIRAMAN:
Pengantin
perempuan/laki-laki datang dari kamarnya dan bergabung dengan orangtuanya. Dia
diantar ke tempat Siraman. Beberapa orang jalan di belakangnya dan membawa baki
dengan kain batik, handuk, dan lain-lain. Dan ini akan digunakan setelah
Siraman. Dia mendudukkan di kursi dan berdoa. Orang pertama yang menyiramkan
air ke pengantin adalah ayah. Ibu boleh menyiramkan setalah ayah. Setelah
mereka, orang lain boleh melakukan Siraman. Orang terakhir yang melakukan
Siraman adalah Pemaes atau orang sepesial yang telah ditunjuk. Pengantin
perempuan/laki-laki duduk dengan kedua tangan di atas dada dengan posisi
berdoa. Mereka menyiramkan air ke tangannya dan membersihkan mulutnya tiga
kali. Kemudian mereka menyiramkan air ke atas kepala, wajah, telinga, leher, tangan
dan kaki juga sebanyak tiga kali. Pemaes menggunakan tradisionil shampoo dan
conditioner. Setelah Kendi itu kosong, Pemaes atau orang yang ditunjuk
memecahkan kendi ke lantai dan berkata: ‘Wis Pecah Pamore‘ – berarti dia itu
tampan (menjadi cantik dan siap untuk menikah).
Upacara NGERIK:
Setelah
Siraman, pengantin duduk di kamar pengantin. Pemaes mengeringkan rambutnya
dengan handuk dan menberi pewangi (ratus) di seluruh rambutnya. Dia mengikat
rambut ke belakang dan mengeraskannya (gelung). Setelah itu Pemaes membersihkan
wajahnya dan lehernya, dia siap untuk di dandani. Pemaes sangat behati-hati
dalam merias pengantin. Dandanan itu tergantun dari bentuk perkawinan.
Akhirnya, pengantin wanita memakai kebaya dan kain batik dengan motif Sidomukti
atau Sidoasih. Itu adalah simbol dari kemakmuran hidup.
Upacara Midodareni: Pelaksanaan pesta ini mengambil tempat sama dengan Ijab
dan Panggih. Midodareni itu berasal dari kata Widodari yang berarti Dewi. Pada
malam hari, calon pengantin wanita akan menjadi cantik sama seperti Dewi.
Menurut kepercayaan kuno, Dewi akan datang dari kayangan.
Pengantin
wanita harus tinggal di kamar dari jam enam sore sampai tengah malam di temani
dengan beberapa wanita yang dituakan. Biasanya mereka akan memberi saran dan
nasihat. Keluarga dan teman dekat dari pengantin wanita akan datang berkunjung;
semuanya harus wanita.
Orangtua
dari pengantin wanita akan menyuapkan makanan untuk yang terakhir kalinya.
Mulai dari besok, suaminya yang akan bertanggung jawab.
Apa
saja yang harus diletakan di kamar pengantin?
*
Satu set Kembar Mayang
* Dua kendi (diisi dengan bumbu, jamu, beras,
kacang, dan lain-lain) di lapisi dengan kain Bango Tulak.
* Dua kendi (diisi dengan air suci) di lapisi
dengan daun dadap srep.
*
Ukub (baki dengan bermacam pewangi dari daun dan bunga) diletakan di bawah
tempat tidur.
*
Suruh Ayu (daun betel).
* Kacang Areca.
*
Tujuh macam kain dengan corak letrek.
Di
tengah malam semua sajen di ambil dari kamar. Keluarga dan tamu dapat makan
bersama. Di kamar lain, keluarga dan teman dekat dari pengantin wanita bertemu
dengan keluarga dari pengantin laki-laki.
Opini
: suku jawa merupakan suku terbesar di Indonesia .Sebagian besar masyarakat
suku jawa masih mempercayai kepercayaan adat mereka dari jaman ke jaman
,sebagai contohnya upacara adat dan sampai saat ini masih bisa orang yang
menggunakan tata cara adat suku jawa contohnya pada saat pernikahan. Di Indonesia
banyak sekali masyarakat suku jawa yang berperan penting atau memiliki profesi
yang luar biasa di Indonesia, dan selain itu sebagian besar suku jawa
berprofesi sebagai petani di daerah jawa tengah ,jawa timur dan lainnya.